Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.94.0
Konten dari Pengguna
Ibuku yang Hebat
11 Mei 2020 8:03 WIB
Tulisan dari Laita Nur Azahra tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Jika berbicara tentang orang tua, terutama Ibu tak akan ada habisnya. Sejak anak berada di dalam kandungan, selalu terlihat tegar. Ketulusan cinta, kasih sayang dan pengorbanannya yang tak lekang oleh waktu untuk anaknya. Itu yang aku terima dari seseorang yang disebut ‘Ibu’. Bagiku, Ibu adalah malaikat tak bersayap, sesosok yang teramat luar biasa hebat.
ADVERTISEMENT
Ibu siap melakukan apapun demi melindungi dan melihatku bahagia, tumbuh berkembang menjadi sosok yang kuat dan berharap akan kuat seperti dirinya. Selain mengurus pekerjaan rumah tangga, Ibu juga bekerja untuk membantu Ayah memenuhi kebutuhan rumah tangga. Setiap hari sehabis subuh, Ibu dan Ayah berangkat bekerja disaat hiru pikuk kota yang belum begitu ramai dengan suara bising kendaraan dan kemacetan. Pulang setelah matahari sudah membenamkan dirinya.
Selama Ibu dan Ayah bekerja, aku menghabiskan waktu dan diurus oleh Nenek. Waktu yang paling aku tunggu adalah pada saat malam hari tiba, dimana Ibu dan ayahku pulang bekerja karena waktu berkumpul bersama Ibu dan Ayah merupakan hal yang menyenangkan. Aku bisa berbagi cerita keseharianku pada orang tuaku walaupun sebenarnya lelah, tetapi Ibu dan Ayah selalu tersenyum mendengarkan setiap cerita yang ku keluarkan dari mulutku. Bersama dengan keluarga lengkap adalah hal yang paling berharga dan penuh kehangatan.
ADVERTISEMENT
Hingga suatu kenyataan yang membuat aku dan Ibu sangat sedih, yaitu Ayah jatuh sakit. Ayah di diagnosa mengidap penyakit gagal ginjal. Ayah sangat terkejut dan tidak siap mendengar pernyataan dokter waktu itu, tetapi Ibu selalu menguatkan Ayah walau sebenarnya Ibu juga tidak siap menghadapi kenyataan.
Hari demi hari sangat berat bagi keluargaku, merasakan kesedihan dan kekhawatiran yang panjang. Ibu dengan telaten dan sabar merawat Ayah, selalu di sisi Ayah di kala sakit yang teramat sangat melanda tubuh Ayah. Semenjak Ayah sakit, Ayah mengurangi kegiatannya. Selain merawat Ayah, Ibu juga tidak lupa akan kewajibannya. Ibuku pandai membagi waktu antara mengurus rumah tangga, memperhatikanku, dan memenuhi kebutuhan rumah.
Aku tahu Ibu sangat sedih melihat setiap kali Ayah merasakan kesakitan, tetapi Ibu selalu tersenyum dan berusaha tegar supaya Ayah bisa bertahan. Hingga pada akhirnya, Ayah dipanggil oleh Yang Maha Kuasa setelah bertahun-tahun merasakan sakit. Kematian Ayah seperti bom waktu bagiku dan Ibu, doa yang sering dipanjatkan dan harapan seakan sia-sia. Bagaimana hidupku dan Ibu setelah kepergian Ayah?
ADVERTISEMENT
Hari-hari yang ku lewati terasa sangat berat, terutama bagi Ibu yang selalu menemani Ayah, hancur sekali hatinya bahkan rapuh untuk bangkit kembali. Tetapi, Ibu tahu bahwa tidak baik larut dalam kesedihan karena waktu terus berjalan. Setelah kepergian Ayah, Ibu juga menjadi kepala keluarga dan menjadi ibu rumah tangga yang mengurus rumah, mencari uang untuk membiayai pendidikanku.
Setiap hari kerutan di wajah Ibu makin terlihat jelas, umur Ibu juga bukan lagi umur produktif. Aku tahu bahwa sebenarnya Ibu sangat lelah, terkadang merasakan sakit karena seharian bekerja tetapi Ibu selalu mengatakan baik-baik saja dengan senyuman yang tulus di wajahnya. Jika rasa sakit itu tidak tertahankan Ibu memintaku untuk memijitnya.
Sebelum berangkat bekerja Ibu selalu memasak untukku sarapan sampai cukup untuk makan malam. Setelah Ibu pulang bekerja, jarang sekali ada percakapan-percakapan seperti dulu karena sesampainya di rumah Ibu langsung beristirahat, membersihkan badannya yang penuh keringat dan tidur agar kebesokannya badan bugar untuk bekerja kembali. Ibu rela mengorbankan waktu dan tenaganya.
ADVERTISEMENT
Terkadang sesekali, jika akhir pekan tiba Ibu menyempatkan diri untuk meluangkan waktu untuk pergi jalan-jalan atau makan bersamaku, agar kebersamaan sebagai keluarga tetap terjalin. Tetapi, aku mengerti mengapa keadaannya menjadi seperti ini karena apapun yang Ibu lakukan semuanya untukku. Aku berharap nantinya aku bisa kuat seperti Ibu yang mandiri, Ibu yang multi talenta bisa sebagai seorang Ayah, Ibu yang bisa menahan semua terpaan yang dihadapi. Aku selalu merapalkan doa agar Ibu selalu sehat dan kuat di setiap langkahnya. (Laita Nur Azahra/Politeknik Negeri Jakarta)
Live Update